Batman Begins - Help Select Cravas, Sebuah Perjalanan Sebuah Cerita

Senin, 24 November 2014

Susah senang di sekolah tercinta SMK Katolik St. Mikael


image
ga terasa udah hampir 3 tahun di sini, di sekolah tercinta bersama teman-teman yang berasal dari berbagai daerah.. Haha..
di sini aku mau ceritain kisah ku dari awal masuk SMK sampe sekarang ini...
Awalnya... (udah kayak dongeng aja)
Aku berasal dari tempat yang cukup jauh dari Solo (ya bisa di sebut anak rantauan lah yaa..). Aku berasal dari Desa Pengadang (ya, ga terpencil banget sih), Kec. Sekayam, Kab. Sanggau... Kalimantan Barat. Awal aku bersekolah disini, aku sering di tanyain yang aneh-aneh tentang kalimantan.. Contohnya itu, ya tentang perang antar suku Dayak dan Madura itu, ada yang tanya tentang mandau bisa terbang bunuhin orang madura lah, ada yang nanya tentang kepala bisa terbang sendiri lah, entah apa lagi cuma itu yang aku ingat.. Hehe..

Awal disini, aku hanya berteman dengan teman kelompok sewaktu MOS, tapi itu cuma awal nya aja.. Seminggu kemudian, udah mulai kenal banyak teman, malah diajak sepedaan muter-muter solo (namanya juga anak perantauan, kan belum tau tentang seluk-beluk solo).

Hari berganti hari, tak terasa sudah banyak rintangan yang sudah aku bersama teman-teman sekelas lewati, eh ternyata udah mau kenaikan kelas.. di sini nih yang di takut-takutin sama anak kelas X. Kalo naik kelas senang banget pasti nya, tapi kalo engga, udah pasti DO (ya nama nya juga Sekolah Favorit). Waktu yang di tunggu-tunggu, akhir nya tiba. Satu per satu orang tua murid masuk kedalam ruangan kelas untuk menerima laporan hasil belajar murid selama setahun (biasanya di sebut RAPORT). Lama mengantri, akhirnya giliran untuk wali ku mengambil raport tersebut, sedangkan aku hanya menunggu di luar ruangan. Lama menunggu... akhir nya wali ku keluar membawa raport, ketika aku melihat wali ku keluar dari ruangan aku udah berpikir tidak bisa melanjutkan ke tingkat berikutnya.. Eh ternyata perkiraanku salah, dan apa yang terjadi... Ternyata aku naik ke kelas XI.. haha (senang banget men !!! ). Setelah itu saya langsung balik kost untuk berkemas-kemas pakaian yang akan saya bawa pulang menuju kalimantan... (Liburan pun tiba!!!)

Yap, liburan udah usai.. Hari pertama masuk kelas XI.. Teman baru dan suasana kelas yang baru pastinya.. Dikelas yang baru ini hanya beberapa yang aku kenal, karena kalo udah naik ke kelas XI udah pengambilan jurusan, jadi hanya sebagian teman waktu kelas X yang ada di kelas ini. Di kelasku ini, kata guru-guru sih emang kelas yang nakal, soalnya dari tiap angkatan pasti kelas C yang sering di cap nakal oleh guru-guru. Tapi ya, jalani aja.. Pernah waktu itu di hukum gara-gara benerin ulangan teman pas di koreksi. nih foto hukumannya :



Hukuman ini yang membuat aku dan teman-teman tidak pernah melupakannya, mulai dari kerja bareng, makan bareng, wah seru deh pokok nya.. malah sesudah kami membersihkan sebagian sampah di sini, pemerintah malah langsung menghabiskan sampah hingga tidak tersisa dan hasilnya tempat tersebut sudah tidak menjadi TPS lagi..

hari demi hari di jalani, tak terasa udah kelas XII. Disini nih, masa-masa sibuknya anak-anak di bantai tugas. minggu lalu, kelas XIIC (kelasku sendiri) sudah mengikuti UPP (ujian praktik produktif), sekarang tinggal menunggu hasilnya, moga aja bisa dapet hasil yang baik.. sekarang kita semua menunggu tugas-tugas selanjutnya dan jalani itu semua dengan semangat dan kerja keras..

Mungkin cuma itu yang bisa aku tulis di refleksi ini, sebenarnya masih banyak lagi, kalo di ceritain semua mungkin malah ga kebaca.. haha..
MICO.. JOSS... XIIC ... FIGHT !!!

Minggu, 23 November 2014

Sejarah Tugu Khatulistiwa


wacananusantara.org | Tugu Khatulistiwa: Titik Nol Garis Khatulistiwa di Pontianak

Inilah salah satu keunggulan dari letak geografis Indonesia. Sepertinya semua anugerah diturunkan tepat di tanah-air kita ini. Seandainya bumi dibagi menjadi dua bagian utara dan selatan, maka kota Pontianak persis berada di tengah-tengah belahan tersebut. Maka sebagai penanda, dibangunlah sebuah tugu yang dinamakan Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument.


Tugu Khatulistiwa | Foto dari: chaidchaid86.wordpress.com

Tugu Khatulistiwa | Foto dari: chaidchaid86.wordpress.com

Tugu Khatulistiwa merupakan salah satu tugu yang didirikan pada 31 Maret 1928 oleh rombongan ekspedisi internasional yang dipimpin oleh seorang ahli geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan titik atau tonggak equator di kota Pontianak. Berada di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara, Propinsi Kalimantan Barat. Lokasinya berada sekitar 3 km dari pusat Kota Pontianak, ke arah kota Mempawah.

Tugu yang merupakan ikon kota Pontianak ini dibangun untuk menandai garis khayal pada garis lintang nol derajat yang terletak di Siantan, sekitar tiga kilometer dari pusat Kota Pontianak ke arah Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak.

Pada bulan Maret 2005, Tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan koreksi untuk kembali menentukan lokasi titik nol garis khatulistiwa di Kota Pontianak. Koreksi dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System (GPS).

Hasil pengukuran oleh tim BPPT, menunjukkan, posisi tepat Tugu Khatulistiwa saat ini berada pada 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara; dan, 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur. Sementara, posisi 0 derajat, 0 menit dan 0 detik ternyata melewati taman atau tepatnya 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari arah tugu saat ini.


Tugu khatulistiwa yang kini ada di sebuah ruangan | Foto dari: m.siaga.co

Tugu khatulistiwa yang kini ada di sebuah ruangan | Foto dari: m.siaga.co

Mengenai posisi yang tertera dalam tugu (0 derajat, 0 menit dan 0 detik lintang, 109 derajat 20 menit, 0 detik bujur timur), berdasarkan hasil pelacakan tim BPPT, titik itu terletak 1,2 km dari Tugu Khatulistiwa, tepatnya di belakang sebuah rumah di Jl Sungai Selamat, Kelurahan Siantan Hilir.

Menariknya, tugu yang bertuliskan “EVENAAR” sepanjang 2,11 meter ini adalah saat terjadinya titik kulminasi matahari, yaitu fenomena alam ketika matahari tepat berada di garis Khatulistiwa. Pada saat itu matahari tepat berada di atas kepala sehingga menghilangkan semua bayangan benda-benda di permukaan bumi. Pada peristiwa titik kulminasi tersebut, bayangan Tugu akan menghilang beberapa detik saat terkena sinar matahari, demikian juga dengan bayangan-bayangan benda-benda lain di sekitar tugu. Peristiwa tersebut berlangsung dua kali dalam setahun yaitu pada tanggal 21 – 23 Maret dan 21 – 23 September. Maka tak heran jika pada waktu tersebut tugu ini banyak dikunjungi.

Peristiwa kulminasi ini hanya terjadi di lima negara, antara lain di Indonesia, Equador, Peru, Columbia, dan Brazil. Namun dari semua negara yang mengalami peristiwa alam tersebut, hanya satu yang benar-benar dilintasi oleh garis khatulistiwa, yaitu Kota Pontianak, Indonesia. Bangunan tugu terdiri dari empat buah tonggak kayu belian atau kayu ulin (kayu besi), masing-masing berdiameter 0,30 m dengan ketinggian tonggak bagian depan setinggi 3,05 m dan tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 m.


Tugu Khatulistiwa Di Masa Hindia Belanda

Tugu Khatulistiwa Di Masa Hindia Belanda

Adapun bentuk dari tugu ini telah mengalami perubahan sebanyak empat kali yaitu:
Tugu pertama dibangun tahun 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah.
Tahun 1930 disempurnakan, berbentuk tonggak dengan lingkaran dan anak panah.
Pada tahun 1938 dibangun kembali dengan penyempurnaan oleh arsitek Silaban. Tugu asli tersebut dapat dilihat di dalam gedung.
Pada tahun 1990, kembali Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu aslinya. Peresmiannya pada tanggal 21 September 1991.







Sumber Rujukan:

__.__. Tugu Khatulistiwa (http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Potret-Negeriku/Teropong-Daerah/Kalimantan-Barat/Tempat-Menarik/Tugu-Khatulistiwa diakses pada 17 Januari 2013, 14.47 WIB)

__.__. Tugu Khatulistiwa (http://id.wikipedia.org/wiki/Tugu_Khatulistiwa diakses pada 17 Januari 2013, 14.49 WIB)

__.__. Ratusan Orang Saksikan Kulminasi Matahari di Tugu Khatulistiwa (http://www.fajar.co.id/read-20120323153648-ratusan-orang-saksikan-kulminasi-matahari-di-tugu-khatulistiwa-diakses pada 17 Januari 2013, 14.49 WIB)

Rumah Adat Dayak Kalimantan Barat



Kalimantan Barat beribu kota Pontianak. Daerah ini berbatasan langsung dengan Sarawak bagian dari negara tetangga yaitu Malaysia. Kalimantan barat disebut sebagai provinsi seribu sungai, karena provinsi ini memiliki banyak sungai kecil dan sungai besar yang digunakan sebagai jalur utama angkutan untuk masuk kepedalaman.

Sama seperti daerah lainnya yang ada di Indonesia, Kalimantan Barat pun memiliki rumah adat Dayak.

Rumah Adat Betang



Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan.

Suku Dayak hidupnya berkelompok, membentuk koloni dari anggota keluarga mereka. Dengan gaya hidup berkelompok tersebut sangat mempengaruhi bentuk dan besar dari rumah mereka.

Bentuk dan besar rumah Betang ini bervariasi, itu tergantung seberapa besar dan banyak keluarga mereka. Keluarga besar suku Dayak biasanya tinggal dalam satu atap atau satu rumah, oleh karena itu ada rumah Betang yang bisa mempunyai panjang mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter bahkan ada yang lebih. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari permukaan tanah. Tujuan dari rumah panggung tersebut untuk mengantisipasi datangnya banjir pada musim penghujan karena sering sungai meluap dan terjadi di daerah-daerah hulu sungai di Kalimantan.

Mereka hidup bersama dan berkelompok dalam satu rumah secara turun menurun. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati satu bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.

Filosofi Rumah Adat Betang

Prinsip hidup suku Dayak tercermin dari bentuk dan model rumah adat suku Dayak ini. Hidup yang berdasarkan kebersamaan dan toleransi membentuk keutuhan di rumah Betang.

Bagian-Bagian Rumah Adat Betang

Bagian depan

Pada bagian depan rumah Betang terdapat sebuah anak tangga sebagai pintu masuk ke dalam rumah. Rumah yang berbentuk panggung dengan ketinggian sekitar tiga sampai lima meter dari permukaan tanah ini sengaja dibangun untuk menghindari banjir dan serangan binatang buas.

Di ujung anak tangga, kita akan menjumpai sebuah bale atau balai yang tidak terlalu luas, fungsinya sebagai tempat untuk menerima tamu maupun untuk mengadakan pertemuan dengan kerabat maupun keluarga yang lain. Masuk ke dalam bangunan, kita akan melihat banyak ruangan yang disekat menjadi beberapa ruangan. Setiap ruangan atau bilik ini ditempati oleh satu keluarga. Jadi, semisal dalam satu rumah betang ada 50 keluarga, berarti jumlah bilik juga ada 50. Itulah kenapa rumah Betang ini bentuknya sangat panjang.

Bagian belakang

Di bagian belakang rumah adat suku Dayak terdapat sebuah ruangan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil dan alat-alat pertanian. Selain itu, rumah adat suku Dayak juga memiliki kandang hewah ternak yang menyatu di rumah, karena hewan peliharaan termasuk dalam harta kekayaan keluarga seperti babi, sapi dan anjing.

Rumah betang ini mencerminkan perilaku masyarakat Dayak yang mengutamakan persaudaraan dan kebersamaan.

Rumah Adat Betang Radakng



Rumah Adat Betang Radakng terletak Komplek Perkampungan Budaya di jalan Sutan Syahrir, Kota Baru, Pontianak, diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), Drs. Cornelis, MH pada tanggal 02/07/13.



Rumah Radakng dalam bahasa Indonesia disebut rumah panjang ataurumah betang yang diambil dari bahasa Dayak Kanayatn. Rumah Radakng ini dibangun sebagai upaya pengembangan dan pelestarian adat istiadat. Rumah Radakng didesain untuk menampung sekitar 600 orang di ruang utama. Sementara itu,area halaman yang luas juga dapat digunakan untuk aktivitas budaya.



Rumah panjang yang panjangnya sekitar 138 meter dan tingginya 7 meter itu dipastikan paling mewah di Kalimantan yang berada di daerah perkotaan. Setelah diresmikan ada serah terima dari Dinas Pekerjaan Umum ke Gubernur dan diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar.


Rumah adat Dayak Radakng di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), segera dianugerahi rekor dunia, kata pendiri Museum Rekor Indonesia (MURI) Jayasuprana. "Rumah Adat Dayak Radakng ini layak dianugerahi rekor dunia dari MURI," kata Jayasuprana di Jakarta, Rabu (10/7/13).



Ia menilai, rumah adat Dayak Radakng, layak mendapat rekor dunia karena hingga kini di Indonesia bahkan di dunia belum pernah ada rumah adat yang ukuran bangunannya seperti rumah adat Dayak Radakng. "Dengan ukurannya itu, rumah adat Dayak Radakng bukan hanya terbesar di Indonesia, namun juga terbesar di dunia," katanya.

Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Barat






Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian Kalimantan Barat. Pada 2006 kontribusinya mencapai sekitar 27,25 % dari total nilai PDRB atas dasar harga berlaku. Sektor inilah yang menghasilkan nilai tambah, devisa daerah sekaligus membuka banyak sekali lapangan kerja, semua ini dapat dilihat dari luas sawah irigasi di sana yang mencapai 61,138 ha ditambah sawah non irigasi seluas 373.480 ha, Di sawah sawah itulah masyarakat di sana menanam palawija yang terdiri atas 37.743 ha ladang jagung dengan produksi 127.660 ton; 17.021 ha ubi kayu dengan produksi 24353 ton; 1.571 ha ubi jalar dengan produksi 12.364 ton; 2.492 ha kacang tanah dengan produksi 2.747 ton; 1.194 ha kacang kedelai dengan produksi 1.349 ton, dan 1.383 ha kacang hijau dengan produksi 966 ton.

Produksi sayur mayur juga melimpah. Lahan untuk ketimun saja mencapai 2.803 ha (20.317 ton), untuk sawi 2.561 ha (6.387 ton), untuk kacang panjang 2.448 ha (12.505 ton), untuk terung 171 ha (5.060 ton), untuk kangkung 1.259 ha (3.899 ton), untuk bayam 1.890 ha (2.480 ton), untuk bawang daun 340 ha (1.070 ton), untuk cabe 3.236 ha (7.888 ton), untuk tomat 318 ha (2.486 ton), dan untuk buncis disediakan lahan 411 ha dengan produksi 2.126 ton.

Dengan lahan luas dan subur Kalimantan Barat bertekad meningkatkan ketahanan pangan yang kuat untuk masyarakat. Ini dibuktikan dengan melimpahnya produk buah buahan di sana, mulai dari avokad (281 ton), belimbing (609 ton), duku/langsat (7.165 ton), durian (44.308 ton), jambu biji (2.016 ton), jeruk (145.129 ton), manggis (1.281 ton), mangga (2.666 ton), nangka/cempedak (15.201 ton), nanas (12.492 ton), pepaya (4.124 ton), pisang (96.834 ton), rambutan (41.001 ton), salak (2.963 ton), sawo (2,179 ton), sirsak (596 ton) hingga sukun (1.965 ton). Tentu saja dibutuhkan kerja keras untuk mencapai panen yang gemilang seperti itu. Provinsi ini, misalnya, memiliki saluran irigasi primer sepanjang 698 km, saluran irigasi sekunder sepanjang 2.182 km, dan saluran. irigasi tersier sepanjang 17.144 km pada 2006, meningkat dibanding 2005 yang hanya tersedia 633 km saluran irigasi primer, 1.484 km saluran irigasi sekunder dan 11.121 km saluran irigasi tersier. Dengan prestasi yang dicapainya itu, wajar jika Kalimantan Barat menjadi sebuah provinsi yang berswasembada pangan. Predikat ini dicapai melalui kerja keras dan kerjasama pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha. Karena itu, sebagai penghargaan pemerintah terhadap keberhasilan ini, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono sampai menganugerahkan penghargaan di bidang ketahanan pangan kepada Gubenur Kalimantan Barat, H. Usman Ja’far, di Istana Bogor pada tanggal 21 Nopember 2006.

Di samping perkebunan, Kalimantan Barat juga memiliki potensi pembangunan yang besar di biding kehutanan. Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu pro ini yang ditetapkan sebagai "paru paru dunia" yang dikenal dengan "The Heart of Borneo". Hutan hutan di Kalimantan Barat menyimpan kekayaan luar biasa, kawasan hutan cagar alamnya terhampar seluas 153.275 ha, belum termasuk hutan taman nasional yang luasnya mencapai 1.252.895 ha. Hutan wisata alamnya juga luas, mencapai 29.310 ha dan hutan lindungnya mencakup areal seluas 2.307.045 ha. Ada pun suaka alam lainnya mencapai 210.100 ha. Kawasan budidaya hutan meliputi hutan produksi terbatas seluas 2.445.985 ha, hutan produksi biasa 2.265.800 ha, dan hutan produksi konversi mencapai 514.350 ha.

Dari sektor kehutanan, Bumi Khatulistiwa ini pada tahun 2005 menghasilkan kayu sebanyak 450,030 m³. Ini belum termasuk produksi non kayu yang juga melimpah ruah, meliputi: arang rimba campuran di atas tanah seluas 309.875 ha; damar batu sebanyak 78 ton; rotan lacak sebanyak 16 ton, rotan cacing mencapai 3.689 ton, rotan semambu dengan jumlah 348.800 batang, rotan manau sejumlah 49.000 batang, rotan getah sebanyak 258 ton, rotan segak seberat 231 ton, kulit kayu gembor seberat 128 ton dan 57 ton gaharu buaya.

Sumber : http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-kalimantan-barat/sumber-daya-alam

Tato Dayak (Makna dan Filosofi)

JANGAN kaget jika masuk ke perkampungan masyarakat Dayak dan berjumpa dengan orang-orang tua yang dihiasi berbagai macam tato indah di beberapa bagian tubuhnya. Tato yang menghiasi tubuh mereka itu bukan sekadar hiasan, apalagi supaya dianggap jagoan. Tetapi, tato bagi masyarakat Dayak memiliki makna yang sangat mendalam. Karena itu, tato tidak bisa dibuat sembarangan.

Tato Dayak Dahulu


Tato Dayak pada jaman dahulu dibuat dengan memanfaatkan sumber daya sekitar. Jelaga dari lampu pelita atau arang periuk dan kuali, digunakan sebagai pewarna. Bahan bahan tersebut dikumpulkan dan dicampur dengan gula dan diaduk sedemikian rupa.


Duri pohon jeruk yang ukurannya cukup panjang dan tingkat ketajamannya memadai, digunakan sebagai alat untuk merajah.Duri bisa digunakan langsung atau dijepitkan ke setangkai kayu untuk pegangan sehingga menyerupai palu. Duri pohon jeruk itu dicelupkan pada “tinta” berbahan jelaga dan gula, kemudian mulailah si tukang tato merajah dengan menusukkan duri ke kulit sesuai motif yang diinginkan.
Jika motifnya rumit, proses perajahan bisa memakan waktu seharian. Bekas tusukan di kulit mengeluarkan darah, bengkak, dan bisa menyebabkan demam 1 hingga 2 hari.

Dalam perkembangannya, pembuatan tato tradisional juga menggunakan jarum. Bahan yang semula jelaga juga mulai berubah seiring tersedianya berbagai alternatif.
Tinta cina sebagai bahan warna tato, terdiri atas dua bentuk: batu arang dan cair. Jika berupa batu arang, sebelum digunakan harus digosok terlebih dahulu dan dicampur air.

Tato tradisional hanya memiliki satu warna, yakni hitam kebiru-biruan dengan wujud yang khas buatan tangan. Sedangkan tato zaman modern sudah jauh lebih rapi dan warna-warni berkat peralatan mesin dan tintanya.

Dalam hal motif, tato tradisional penuh simbol dan filosofi. Mitologi Dayak dalam sketsa menampilkan sosok-sosok mahluk hidup dalam bentuk abstraki. Penempatan suatu motif di suatu bagian tubuh, juga memiliki makna tersendiri. Bagi orang Dayak, tato lebih dari sekadar gaya hidup. Tato di tubuh bisa menjelaskan beberapa hal: bagian dari tradisi religi, status sosial, penghargaan terhadap kemampuan, ahli pengobatan, atau menandakan seseorang sering mengembara.

MAKNA TATO DAYAK

Ada aturan-aturan tertentu dalam pembuatan tato atau parung, baik pilihan gambarnya, struktur sosial orang yang ditato maupun penempatan tatonya. Meski demikian, secara religi tato memiliki makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai "obor" dalam perjalanan seseorang menuju alam keabadian, setelah kematian.

Karena itu, semakin banyak tato, "obor" akan semakin terang dan jalan menuju alam keabadian semakin lapang. Meski demikian, tetap saja pembuatan tato tidak bisa dibuat sebanyak-banyaknya secara sembarangan.

"Setiap sub-suku Dayak memiliki aturan yang berbeda dalam pembuatan tato. Bahkan ada pula sub-suku Dayak yang tidak mengenal tradisi tato," ungkap Mering Ngo, warga suku Dayak yang juga antropolog lulusan Universitas Indonesia.
Panglima Perang (Panglima Damai) Dayak, Edy Barau, mengatakan, motif yang digunakan masyarakat Dayak, khususnya Dayak Iban untuk mengukir pada tubuh berhubungan erat dengan kehidupan alam (hutan).

Dengan demikian, motifnya ada yang berasal dari binatang maupun tumbuhan seperti daun, bunga, dan buah yang semua memiliki arti dan makna bagi masyarakat Dayak.

Menurut Edy, ada tujuh bentuk motif tato yang berhubungan erat dan sering digunakan masyarakat Dayak Iban. Selain motif, tempat atau lokasi untuk diukirkan gambar juga tidak bisa sembarangan.

Ketujuh bentuk motif itu di antaranya, motif rekong, bunga terong, ketam, kelingai, buah andu, bunga ngkabang (tengkawang) dan bunga terung keliling pinggang yang masing-masing memiliki makna.

Ia memaparkan, tato atau ukir rekong(leher) biasanya diukirkan di leher. Bagi masyarakat Dayak Iban seseorang yang mendapatkan ukiran rekong adalah orang yang mempunyai kedudukan masyarakatnya, seperti Timanggong/Temanggung dan Panglima atau orang yang di-tua-kan di kampung halamannya sendiri maupun di tempat merantau.

Motif Rekong, lanjut Edy, berbeda-beda bentuknya karena disesuaikan dengan jabatan dan kedudukan. Selain itu, antara sub suku Dayak yang satu dengan yang lainnya juga memiliki bentuk motif yang berbeda tapi memiliki makna yang sama.

Motif rekong(leher) dapat berupa sayap kupu-kupu, kalajengking merayap dan kepiting. Intinya cenderung berbebtuk motif binatang.

Masyarakat Dayak yang biasanya tato rekong di leher adalah Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayak Iban. Sementara masyarakat Dayak biasa yang tato rekong di leher akan dikenakan sanksi atau hukuman adat, namun untuk sekarang ini tidak lagi karena ada sebagian memandangnya sebagai seni, ucapnya.


Motif lainnya adalah Bunga terong merupakan bunga kebanggaan masyarakat Dayak Iban. "Bunga terong sudah naik, orang itu sudah profesional, kalimat itu sering diucapkan masyarakat Iban. Karena terong itu kebanggaan masyarakat Iban. Terong juga memberi makna pangkat/kedudukan sebab umumnya letak pertama ada di bahu

Bentuk motif dan jenis bunga terong ada berbagai macam dan letaknya juga berbeda. Ada yang tato terong dan meletakannya di lengan, tangan, kaki, dan perut, serta ada juga mengukir seluruh tubuhnya dengan bunga terong.

Bunga terong ada yang bersayap enam, dan ada yang delapan. " Seorang masyarakat Dayak Iban yang memiliki bunga terong keliling pinggang biasanya delapan buah berarti orang itu sudah plor atau penuh atau sudah puas merantau," ujarnya.




Sementara motif kelingai melambangkan binatang yang ada di lubang tanah memberikan arti hidup kita tidak terlepas dengan alam atau bumi. Motif kelingai biasanya diletakan di paha atau betis.

Demikian motif ketam juga memberikan arti hidup selalu menyentuh dengan alam. Meski begitu, ketam biasanya diletakan pada tubuh bagian punggung atau tepatnya dibelakang punggung.

Sedangkan motif buah andu dan bunga ngkabang atau bunga tengkawang melambangkan sumber kehidupan. Buah tengkawang merupakan bunga yang paling banyak di kampung masyarakat Iban dan ditatokan di atas perut.

Motif buah andu pada umumnya diukirkan di belakang paha, yang memberi arti, ketika merantau kita selalu berjalan jauh dan buah andu sebagai makanan untuk menyambung hidup, pungkasnya.

CARA MEMBUAT TATO

Jarum jahit diikat/diberkas beberapa buah biasanya tujuh atau sembilan buah jarum. Ujungnya dibatasi/diikat benang untuk ukuran dalam masuk ke kulit. Pangkalnya terbuat dari kayu, diberi warna hitam dari arang lampu yang dibubuhi minyak kelapa. Ditempelkan kebagian badan yang akan ditato. Jarum tadi diketok perlahan-lahan, sehingga menimbulkan luka-luka kecil yang mengeluarkan cairan putih. Luka-luka ini nantinya menjadi korengan dan bila telah sembuh, gambar yang ditato mulai kelihatan jelas. Akibat dari korengan tersebut tidak jarang menjadi demam dan korengan tersebut juga tidak perlu diobati.
Keterangan Gambar Tato
1. Telingkai Puntul biasanya dilukis di bagian kiri/kanan sebelah badan bagian bawah tempat yang ditutup cawat (lenderstreek) artinya bahwa kelamin pria dipasang alat (penistift) sebagai perangsang dalam hubungan sex.
2. Tapak Bekang Jari biasanya dilukis di belakang telapak jari tangan sebagai tanda sudah mendapat tapat ridderorder van koppensnellers. Bila sebelah kiri berarti sudah mendapat dua kepala, dan bila kanan kiri, berarti sudah mendapat tujuh kepala.
3. Telingai Besai tanda banyak berjalan jauh (pengembara) atau nemuai.
4. Kelatan biasanya leher dihalkum tato ini hanya untuk hiasan atau merupakan mainan kaum wanita.
5. Bunga Terung di pundak kiri dan kanan di bagian belakang, sebagai tanda banyak berjalan jauh (pengembara) dan sama dengan Telingai puntul,bila terdapat dibagian belakang.
6. Tali Sabit di pergelangan tangan tato ini hanya sebagai hiasan saja.
7. Tali Gasing di pergelangan tangan tato ini hanya sebagai hiasan saja.
8. Tebulun di belakang tapak jari tangan di bagian ibu jari tanda suka menolong atau membantu dalam mengayau. Kalau wanita pandai bertenun atau rajin.

Hand Tapping :


Motif leher :



Motif tangan :



Badan :


Bagian belakang :


Bagian lengan :


Bagian kaki :


Seluruh badan :




Sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/517607c98127cf4a45000012/tato-dayak-makna-dan-filosofi

Ngayau, Apa Itu???








Makna Sebenarnya dari Ngayau mempunyai arti turun berperang dalam rangka mempertahankan status kekuasaan misalnya mempertahankan atau memperluas daerah kekuasaan yang dibuktikan banyaknya kepala musuh. Semakin banyak kepala musuh yang diperoleh semakin kuat/perkasa orang yang bersangkutan.




Oleh itu, paling tepat kalau dikatakan bahawa, aktivitas "Ngayau" dijalankan untuk mendapat penghormatan di mata masyarakat. Dalam arti kata lain, "ngayau" juga berperanan untuk menaikan taraf sosial seseorang. Orang yang pernah memperoleh kepala dalam aktivitas "ngayau" yang disertainya akan digelar sebagai "Bujang Berani" (orang yang gagah berani/ksatria), serta dikaitkan dengan hal-hal sakti. Ternyata bahwa masyarakat Iban Tradisional tidak memandang "Ngayau" sebagai tradisi yang tidak manusiawi. Malah berdasarkan cerita lisan masyarakat Iban juga, "ngayau" sentiasa dikaitkan dengan bebagai-bagai unsur positif. Misalnya, "Ngayau sebagai lambang keberanian, Simbol Kelelakian/kejantanan, serta martabat Sosial.

Ngayau, merupakan tradisi kaum Dayak Iban pada zaman dahulu kala. Kini tradisi memburu kepala atau "ngayau" tidak lagi diamalkan dan telah diharamkan terutama pada zaman penjajahan . Banyak yang berpikir dan berpendapat bahwa: "lelaki iban yang berjaya memperolehi kepala dalam ekspedisi ngayau akan menjadi rebutan atau digilai para wanita" ini karena dia melambangkan keberanian dan menjadi salah satu jaminan dan kepercayaan bahawa lelaki tersebut mampu menjamin keselamatan wanita yang akan dinikahinya. Sebenarnya kenyataan itu tidak 100% tepat, malah bisa dipermasalahkan. Ini bisa dikatakan sedemikian kerana menurut cerita masyarakat Iban di Rumah-Rumah panjang, selain orang Bujang (Belum Menikah) ada juga individu yang telah

berkeluarga melakukan ekspedisi memburu kepala (Ngayau).




Iban Adalah salah satu suku Dayak yang memiliki adat Ngayau. Sebenarnya tidak semua suku dayak melakukan tradisi " Ngayau "Loh!!!, beberapa suku dayak tidak melakukan tradisi ini.
budaya Melayu dan Dayak relatif menjadi panutan. Nilai-nilai budaya kelembutan, kesantunan, penghormatan yang tinggi terhadap hukum adat (juga hukum formal) dilatarbelakangi faktor topografis dan geografis, serta sentuhan peradaban besar seperti Islam, Hindu, Budha dan Kristen.





Foto saat " Tragedi Sambas " Terjadi.


Entah apa tradisi ini masih dilakukan pada zaman sekarang, terakhir kali tradisi " Ngayau " terjadi pada saat " Tragedi Sambas " pada saat itu terjadi perang etnis Dayak dan Madura yang terjadi pada pergantian tahun 1996-1997 di Sanggau Ledo, Sambas Kalimantan Barat. Pada saat itu korban yang paling banyak jatuh berasal dari etnis madura. Masyarakat Dayak, katanya, sebenarnya menyukai hidup damai, bersifat terbuka, dan dapat menerima warga pendatang. Asal, mereka bisa beradaptasi dan menghargai budaya dan masyarakat setempat. Namun jika dipancing dengan iblis " Kekerasan " yah akhirnya bisa keluar juga karakter asli dan power dari Suku Dayak yang cukup membuat mental ciut.Yah mudah-mudahan tidak ada lagi kerusuhan-kerusuhan ditanah air indonesia tercinta ini. Damai Indonesiaku!!!




" Persiapan Upacara Ngayau Resmi "




Bahan-bahan yang dipersiapkan dalam upacara ngayau, antara lain:

· - 7 piring pulut (ketan)

· - 7 piring tempe (pulut yang dicampur dengan beras)

· - 7 piring rendai (terbuat dari beras ketan yang disangrai)

· - 7 butir telur ayam matang

· - 1 piring berisi: sirih, gambir (sedek), rokok, kapur pinang, buah pinan, tembakau, 7 buah ketupat yang diikat, beras dicampur pulut, 7 jalong cubit, seikat benang yang diikatkan di sungki (ketupat/lepat diikat dengan daun).

· - 1 piring utai bekaki (tepung pulut dicampur dengan tepung beras dibuat hiasan seperti tutup sersang, bintang, bintang banyak, udang, pesawat, dan sebagainya).

· -3 piring udah berisi bahan-bahan yang digunakan dalam upacara dan ditempatkan dalam ancak yang terbuat dari potongan bambu yang dirangkai dengan seutas tali.

· - 2 ekor babi (boleh jantan atau betina).

· - 3 ekor ayam jantan

· - tengkorak manusia sebagai simbol

· - 1 buah kelapa tua sebagai simbol kepala manusia

· - minuman tuak


Peralatan perang antara lain :
- sangkok atau tombak
- terabi (perisai)
- tersang (ancak) terbuat dari bambu untuk menyimpan sesajian
- mandau
- 1 buah bendera dengan 5 warna :

- merah = sifat berani
- hijau = lambang kesuburan
- kuning = melambangkan ketulusan
- hitam = melambangkan perlindungan dari orang yang bermaksud tidak baik.
- putih = melambangkan hati dan pikiran yang suci/jernih.

Alat-alat yag digunakan :
- grumung (gong kecil)
- tawak (gong besar)
- gendang
-bebendai (gong sedang)









Prosesi Upacara

A. Ngantar pedara (ngantar sesajen)
1. Sebelum turun mengayau, satu minggu sebelumnya para wanita mempersiapkan segala perangkat adat yang dipergunakan untuk membuat sesajen (pedara).
Persiapan untuk membuat sesajen disebut engkira, yaitu mempersiapkan segala bahan-bahan yang digunakan untuk upacara. Sedangkan kaum laki-laki mempersiapkan segala peralatan untuk berperang dan mendata pengaroh (jimat) serta begiga (berburu), mencari lauk pauk untuk persediaan perbekalan selama ngayau.
2. Para Kesatria perang duduk secara berderet lalu bermacam-macam sesajen yg masing-masing terdiri dari 7 piring dihidangkan di depan kesatria. 7 piring mempunyai makna 7 lapis langit.
3. Membaca mantra dilakukan oleh kepala kampung lalu mengibaskas ayam diatas kepala ksatria perang sebanyak tiga kali dan dilakukqan secara berulang-ulang.
4. Kepala kampung mengajak ketua adat yang dipilih untuk membuat sesajen yang diawali dengan pembacaan mantra atau jampi-jampi, lalu ketua adat mencurahkan air tuak sebanyak 7 kali untuk memanggil roh nenek moyang yang dianggap sebagai pelindung dalam perang untuk melindungi dan membantu selama berperang.
5. Mencurahkan atau membuang tuak sebanyak 3 kali untuk mengundang orang-orang dari kayangan untuk hadir dirumah Betang.
6. Ketua adat meminum tuak supaya roh-roh nenek moyang yang sudah berada dirumah Betang untuk melakukan kompromi dalam membuat sesajen yang dipersembahkan kepada roh-roh nenek moyang yang hadir di rumah Betang. Dalam membuat sesajen, yang pertama diambil adalah pulut sebagai lambang perekat kebersamaaan, dimana dalam perang diperlukan adanya persatuan dan kesatuan.
7. Kepada kampung mempersiapkan para tamu untuk menikmati hidangan yang disajikan oleh kedua wanita, maknanya adalah para tamu diharapkan untuk mendukung kegiatan/ peperangan yang akan dilakukan.
8. Kepala kampung mengajak para ksatria perang meminum tuak maknanya memberikan semangat kepada ksatria dalam menghadapi peperangan.
9. Kepala kampung mengambil tumpe lalu menaburkan padi yang telah disanangrai yang melambangkan bahwa masyarakat Dayak Iban mempunyai hati nurani yang jujur dan luhur.
10. Mengambil sirih dan perlengkapan seperti :rokok, daun apok, serta perlengkapan sesajen yang lain masing-masing diambil 5 batang untuk setiap satu piring, lalu ditaruh diacak yang didirikan ditiang tengah dari rumah Betang/tiang ranyai agar orang-orang panggau (kayangan) bersama dengan para tamu dirumah Betang.


B. Turun Ngayau






1. Kepala adat membaca mantra untuk peralatan perang supaya diberkati oleh ketua-ketua adat yang telah mendahului.
2. Kepala adat memotong ayam dilakukan diatas`tangga dan diambil darahnya untuk mengolesi kaki dan dahi para ksatria yang akan berperang agar diberkati. Setelah itu mencabut bulu ayam dan dioleskan didahi para tamu agar tridak diganggu oleh roh-roh jahat.
3. Para ksatria perang mengambil peralatan perang (pedang dan perisai) sertau mandau yang diselipkan dipinggang.
4. Lalu para ksatria menuruni tangga rumah Betang dengan korban satu ekor babi dengan maksud agar orang panggau (kayangan) ikut bersama dan membantu dalam perang.
5. Para ksatria mengatur strategi supaya dapat memotong kepala musuh yang berada didaerah-daerah.
6. Terjadilah pertempuran atau mengayau, musuh akhirnya kalah dan dipotong kepalanya yang dilambangkan dengan kelapa tua atau tengkorak manusia.
7. Setelah berhasil memotong kepala musuh, para ksatria meluapkan kegembiraan dengan menari-nari lalu mengatur strategi untuk kembali ke rumah Betang.
8. Para ksatria meletakkan hasil perolehan selama perang didepan tangga menuju rumah Betang sambil bercengkerama mengisahkan pengalaman mereka selama perang.
9. 2 orang wanita dan pawangnya menuruni tangga rumah Betang untuk mengantar sesajen untuk memberkati hasil perang.
10. Tuai rumah mengibaskan ayam dan memilih orang-orang yang akan membuat sesajen yang akan dipersembahkan kepada orang panggau ( kayangan ) yang telah membantu perang. 3 piring ditempelkan kepada 3 ancak yang terbuat dari bambu lalu dipasang pada tangga menuju rumah Betang untuk persembahan. Menurut kepercayaan mereka, sesajen ini selama 3 hari tidak boleh diganggu karena dapat mendetangkan musibah.

C. Memasuki rumah Betang
1. Setelah terdengar bunyi-bunyian alat musik sebagai pertanda bahwa para kesatria perang diperbolehkan untuk menaiki rumah betang dengan terlebih dahulu dibacakan mantera, lalu para ksatria dikibas dengan ayam, mencabut bulu ayam, memotong babi lalu dioleskan di dahi barulah menaiki tangga rumah betang. Sampai pada tangga paling atas dicurahkan tuak, lalu tuai rumah memberikan minuman tuak untuk memberi semangat kepada para ksatria perang yang telah berhasil memotong kepala musuh.
2. Setelah di rumah betang, kepala kampung menyiapkan sesajen lalu mengibaskan ayam kepada para ksatria perang.
3. Ayam dipotong darahnya dioleskan ke kepala musuh (tengkorakmanusia) yang berhasil dipotong dan buah kelapa (sebagai simbol), mencabut bulu ayam lalu di oleskan di dahi para ksatria, sesajen diletakkan atau digantung diancak yang ditaruh pada tiang ranjai.
4. Para ksatria perang dengan membawa kepala musuh dan kelapa menari bersama dengan para wanita mengelilingi tiang ranyai sebagai ungkapan syukau kepada para panggau (orang kayangan) yang telah membantu perang, lalu mengelilingi rumah betang.

Seiring dengan kemajuan jaman, Upacara adat Ngayau yang sering dilakukan mempunyai makna mengisyaratkan atau memberitahukan generasi muda tentang peristiwa Ngayau pada jaman dulu.





Sumber : http://elinandblood.blogspot.com/2010/03/ngayau-suku-dayak-penghormatan-dan.html

Satwa Unik Bumi Pertiwi Yang Di Ujung Kepunahan





Indonesia merupakan satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya keanekaragaman fauna adalah luasnya wilayah tropis Indonesia. Selain itu keanekaragaman fauna/hewan di indonesia juga disebabkan oleh garis wallace. Garis Wallace adalah garis adalah garis hipotetis yang memisahkan wilayah geografi fauna asia dengan australia. Terdapat pula wilayah peralihan kedua tipe fauna tersebut.

Pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan proses industrialisasi untuk memenuhi segala kebutuhan manusia menyebabkan upaya pelestarian lingkungan tempat tinggal fauna dan juga flora terabaikan. Kondisi semakin memburuk dengan semakin maraknya pembalakan hutan, perubahan fungsi hutan dari asalnya, dan faktor pencemaran lain yang disababkan manusia.
Akibatnya keanekaragaman hayati terancam. Banyak flora dan fauna yang terancam punah.

Berikut ini adalah beberapa satwa cantik dari bumi pertiwi kita yang terancam akan kepunahanya :

1. Elang Jawa

Elang Jawa(Nisaetus bartelsi) merupakan satwa endemik Pulau Jawa. Elang jawa saat ini berstatus konservasi terancam punah. Ini berarti populasi elang jawa sudah sangat sedikit. Diperkirakan jumlah elang jawa saat ini hanya sekitar 137-188 pasang burung. Populasi elang jawa ini menghadapi ancaman besar terhadap kelangsungan spesiesnya, terutama dari habitat yang terus berkurang hingga eksploitasi oleh orang tidak bertanggung jawab.



Elang Jawa memiliki ciri-ciri antara lain:

1. panjang tubuh dari paruh hingga ekor sedang hingga panjang(60-70 cm)
2. kepala coklat kemerahan dengan jambul yang menjulang keatas( 2-4 helai bulu)
3. punggung/sayap kecoklatan
4. iris mata kuning atau coklat, mata kehitaman, kaki kekuningan


2.Harimau Sumatera
Harimau Sumatera adalah satu yang tersisa setelah punahnya harimau jawa dan harimau bali. Diperkirakan populasi yang tersisa sekarang hanya sekitar 500 ekor(150 ekor pemuliaan). Salah satu ancaman terbesar datang dari perusakan habitat atau konversi hutan yang menjadi habitat mereka menjadi perkebunan monokultur. Para Ilmuan mengatakan hutan lindung yang ada di Sumatera saat ini tidak cukup untuk mempertahankan populasi harimau yang ada. Sangat penting untuk menyediakan rumah yang besar di alam jika ingin hewan megah ini tetap lestari.



3. Orang Utan
Orang Utan(Pongo sp.) merupakan satwa asli Indonesia yang populasinya tersebar di Sumatera ( Pongo abelii) dan di Kalimantan(Pongo pygmaeus). Kera berambut merah berlengan panjang ini bertinggi badan sekitar 1.25-1.5 meter. Orang utan jantan memiliki masa tubuh sekitar 50-90 kg dan betina sekitar 30-50 kg. Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah.



Populasi Orang utan terus mengalami penurunan yang tajam akibat dari deforestasi. Orangutan sumatera ditetapkan sebagai sangat terancam punah oleh lembaga IUCN, dengan populasi hanya tersisa beberapa ribu, sedangkan orangutan Kalimantan dianggap Terancam. PBB mengatakan status orangutan yang tersisa "darurat konservasi." Perusakan habitat yang disebabkan oleh mega ekspansi perkebunan kelapa sawit adalah alasan utama orangutan menghadapi ancaman kepunahan.
  
4. Gajah Sumatera
Gajah Sumatera adalah sub-spesies gajah asia yang hanya ada di Pulau Sumatera. Postur gajah sumatera lebih kecil daripada sub-spesies gajah india. Gajah Sumatera merupakan mamalia terbesar yang ada di Indonesia. Berat Gajah Sumatera sekitar 6 ton dan tinggi bahu 3,5 meter. Gajah Sumatera dapat berumur hingga 60 tahun.
Populasi gajah sumatera di alam liar saat ini hanya sekitar 2000-2700 ekor(survei tahun 2000). Penurunan jumlah populasi ini disebabkan oleh perburuan liar untuk mengambil gading gajah dan juga penurunan luas habitat hutan yang beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.




5. Badak Jawa
Badak Jawa pernah menjadi salah satu badak yang paling banyak tersebar. Badak ini memiliki panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Kini Badak Jawa mengalami ancaman kepunahan yang nyata. Status konservasinya telah berada pada fase kritis. Di Taman Nasional Ujung Kulon kini populasinya hanya sekitar 40-50 ekor saja. Bisa dibilang Badaj jawa adalah mamalia paling langka di muka bumi. Penyebab penurunan drastis badak jawa adalah perburuan liar untuk mengambil cula badak. Sebab lain adalah habitat yang terus berkurang.



6. Pesut Mahakam
Pesut Mahakam (Latin:Orcaella brevirostris) adalah sejenis hewan mamalia yang sering disebut lumba-
lumba air tawar yang hampir punah karena berdasarkan data tahun 2007, Pesut Mahakam tinggal 50 ekor saja dan menempati urutan tertinggi satwa Indonesia yang terancam punah.

Tidak seperti mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, Pesut Mahakam hidup di
sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat
pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah.

Dahulu pesut pernah ditemukan di banyak muara-muara sungai di Kalimantan, tetapi sekarang pesut
menjadi satwa langka. Kecuali di sungai Mahakam, di tempat ini habitat Pesut Mahakam dapat ditemukan
ratusan kilometer dari lautan yakni di wilayah kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Habitat hewan pemangsa ikan dan udang air tawar ini dapat dijumpai di perairan Sungai Mahakam,
Danau Jempang (15.000 Ha), Danau Semayang (13.000 Ha) dan Danau Melintang (11.000Ha). Pesut
mempunyai kepala berbentuk bulat (seperti umbi) dengan kedua matanya yang kecil (mungkin merupakan adaptasi terhadap air yang berlumpur).

Tubuh Pesut berwarna abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat dibagian bawah - tidak ada pola khas.
Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar;
tidak ada paruh. Sirip dada lebar membundar. Pesut bergerak dalam kawanan kecil. Walaupun pandangannya tidak begitu tajam dan kenyataan bahwa pesut hidup dalam air yang mengandung
lumpur, namun pesut merupakan 'pakar' dalam mendeteksi dan menghindari rintangan-rintangan.
Barangkali mereka menggunakan ultrasonik untuk melakukan lokasi gema seperti yang dilakukan oleh kerabatnya di laut.

Populasi hewan ini terus menyusut akibat habitatnya terganggu, terutama makin sibuknya lalu-lintas
perairan Sungai Mahakam, serta tingginya tingkat erosi dan pendangkalan sungai akibat pengelolaan
hutan di sekitarnya. Kelestarian Pesut Mahakam juga diperkirakan terancam akibat terbatasnya bahan makanan berupa udang dan ikan, karena harus bersaing dengan para nelayan di sepanjang Sungai
Mahakam.


7. Bekantan
Bekantan atau biasa disebut Monyet Belanda merupakan satwa endemik Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan Malaysia). Bekantan merupakan sejenis kera yang mempunyai ciri khas hidung yang panjang dan besar dengan rambut berwarna coklat kemerahan. Dalam bahasa ilmiah, Bekantan disebut Nasalis larvatus.

Bekantan dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Nasalis larvatus, sedang dalam bahasa inggris disebut Long-Nosed Monkey atau Proboscis Monkey. Di negara-negara lain disebut dengan beberapa nama seperti Kera Bekantan (Malaysia), Bangkatan (Brunei), Neusaap (Belanda). Masyarakat Kalimantan sendiri memberikan beberapa nama pada spesies kera berhidung panjang ini seperti Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau.

Bekantan yang merupakan satu dari dua spesies anggota Genus Nasalis ini sebenarnya terdiri atas dua subspesies yaitu Nasalis larvatus larvatus dan Nasalis larvatus orientalis. Nasalis larvatus larvatus
terdapat dihampir seluruh bagian pulau Kalimantan
sedangkan Nasalis larvatus orientalis terdapat di bagian timur laut dari Pulau Kalimantan.


8. Musang Congkok
Dengan berat mencapai 5 kg dan mempunyai panjang sekitar 71 cm hewan ini cukup gesit untuk memanjat pepohonan. Di temukan di wilayah pegunungan Aceh dan Sumatera Barat. Mamalia kecil dan beberapa jenis serangga adalah makanan kesukaannya.


9. Singapuar
Dijuluki sebagai primata terkecil di dunia. Mempunyai berat tubuh antara 80 – 140 gram dan panjang cuma 12 – 15 cm cukup layak bila disebut primata terkecil. Walaupun mempunyai sepasang mata yang besar yang ukurannya melebihi volume otaknya tapi hanya dapat digunakan pada malam hari saja. Mirip dengan burung hantu. Kepulauan Riau, kepulauan kalimantan dan sumatera bagian selatan juga tenggara adalah habitat aslinya.


10. Ikan Belida
Dengan panjang tubuh mencapai 87, 5 cm dan berat tubuh dapat mencapai 1 kg, cukup besar untuk ukuran ikan air tawar. Bentuk tubuhnya seperti pisau dan makanan kesukaannya adalah ikan-ikan kecil juga udang. Perairan air tawar di wilayah jawa dan kalimantan merupakan habitat aslinya.


11. Babi Rusa
Buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, jamur dan dedaunan merupakan makanan yang biasa disantap sehari-hari. Mempunyai taring yang mencuat keluar sebagai tameng mata dari duri dan rotan ketika mereka mencari makan. Habitatnya meliputi pulau sulawesi, kepulauan maluku dan sekitarnya.


12. Mentok Hutan / Rimba
Mentok Rimba atau dalam bahasa ilmiahnya Cairina scutulata bisa dikatakan sebagai jenis bebek paling langka di dunia. Populasinya di seluruh dunia sangat langka, diperkirakan hanya tersisa sekitar 1000 ekor. Sekitar 150 ekor terdapat di Taman Nasional Way Kambas, salah satu habitat Mentok Hutan yang tersisa di Indonesia.


Mentok Rimba dikenal juga sebagai Mentok Hutan, Serati, Bebek Hutan atau Angsa Hutan dan dalam bahasa inggris dikenal sebagai White-winged Wood Duck. Spesies ini termasuk salah satu burung air dari suku Anatidae (bebek).

Mentok Rimba (Cairina scutulata) nyaris mirip dengan spesies Bebek Manila (Cairina moschata) yang sering dipelihara. Mentok berukuran besar antara 66-75 cm. Bentuknya hampir menyerupai bebek. Warna bulunya gelap dan kepala serta lehernya keputih- putihan. Penutup sayap kecil putih, penutup sayap tengah dan spekulum abu-abu biru.

Mentok Rimba berhabitat di lahan basah yang dekat dengan rawa-rawa. Burung jenis ini suka sekali bersembunyi di siang hari dan pada malam hari mereka juga dapat aktif mencari makan sendiri, berpasangan, maupun berkelompok 6-8 ekor.

Karena hidupnya di lahan basah (air), maka pembangunan listrik tenaga air dan polusi manusia menjadi ancaman terbesar bagi mereka. Selain itu, penurunan polulasinya juga diakibatkan oleh kerusakan, degradasi, dan gangguan habitatnya termasuk kehilangan koridor hutan di tepi sungai. Polulasinya yang tinggal sedikit ini sangat beresiko terhadap kepunahan.

Habitat Mentok Rimba tersisa di Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos, Myanmar, Indonesia, India, dan Bangladesh dengan jumlah populasi tidak mencapai 1000 ekor. Di Indonesia, semula Mentok Rimba ini dapat dijumpai di Jawa dan Sumatera, namun kini bebek jenis ini telah punah di Jawa. Sedangkan di Sumatera diperkirakan hanya bertahan di Taman Nasional Way Kambas dengan populasi sekitar 150 ekor.

Jumlah populasi dan penyebarannya menjadikan IUCN Redlist memasukkan Mentok Rimba dalam kategori Endangered (EN / Genting) yang berarti terancam kepunahan . Status ini sama persis seperti yang disandang
oleh Burung Maleo.


13. Burung Maleo
burung maleo yang dalam nama ilmiahnya macrocephalon maleo adalah sejenis burung yang berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm. Burung maleo adalah satwa endemik sulawesi, artinya hanya bisa ditemukan hidup dan berkembang di pulau sulawesi, indonesia. Selain langka, burung ini ternyata unik karena anti poligami. Selain sebagai satwa endemik burung maleo (macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang
salah satunya adalah anti poligami.

Makanya tidak mengherankan jika sejak tahun 1990 berdasarkan sk. No. Kep. 188.44/1067/ro/bklh tanggal 24 pebruari 1990, burung maleo ditetapkan sebagai satwa maskot provinsi sulawesi tengah.

Burung maleo memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam. Jantan dan betina serupa. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.

Populasi terbanyaknya kini tinggal di sulawesi tengah. Salah satunya adalah di cagar alam saluki, donggala, sulawesi tengah. Di wilayah taman nasional lore lindu ini, populasinya di taksir tinggal 320 ekor. Karena populasinya yang kian sedikit, burung unik dan langka ini dilindungi dari kepunahan. maleo dikategorikan sebagai terancam punah di dalam iucn red list. Spesies ini didaftarkan dalam cites appendix i.

Populasi maleo terancam oleh para pencuri telur dan pembuka lahan yang mengancam habitatnya. Belum lagi musuh alami yang memangsa telur maleo, yakni babi hutan dan biawak. Habitatnya yang khas juga mempercepat kepunahan. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, maleo mengubur telurnya dalam pasir.


Sumber : http://www.kaskus.co.id/post/5466007ddc06bdaa398b456a#post5466007ddc06bdaa398b456a